Rf. Respirologi dr. Abdullah Shiddiq Adam, M.Ked(Ped),SpA
Pendahuluan
Pneumonia nasokomial atau hospital
acquired pneumonia (HAP) merupakan salah satu infeksi nasokomial
yang paling sering terjadi yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah
sakit.1 Di Amerika serikat, HAP
menduduki
peringkat ke-2 tersering
dari seluruh infeksi nosokomial pada pasien anak yang dirawat di Pediatric intensive care unit ( PICU ).2,3 hal ini sangat berhubungan dengan peningkatan
angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan dirumah sakit.3
Insiden HAP
bervariasi antara 16-29 % dari pasien anak yang dirawat di rumah sakit sedang
kejadian HAP sekitar 10-15 % dari seluruh infeksi nasokomial pada anak. HAP merupakan infeksi
nosokomial yang mengancam nyawa dengan angka kematian berkisar 20% hingga 70% sesuai dengan
organisme dan penyakit yang mendasarinya.2
Di Indonesia, angka kejadian sebenarnya dari
pneumonia nosokomial pada anak tidak diketahui dengan pasti disebabkan antara
lain tidak terdapat data nasional dan data yang ada hanya berasal dari beberapa
rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi.3
Pneumonia
nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas sebab pasien yang terdiagnosis
dengan pneumonia nosokomial rentan terhadap mikroorganisme yang berbeda dengan
pneumonia komunitas dan kemungkinan besar resisten berbagai antibiotik. selain itu,
perbedaan pneumonia nasokomial dengan proses paru lainnya dalam hal kesulitan
mendiagnosa berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil mikrobiologi.2
Tujuan dari penulisan refarat
ini adalah untuk menjelaskan secara ringkas mengenai Hospital
acquired pneumonia pada anak
Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi
setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi
yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Sedangkan Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia
yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. 3
Klasifikasi
Berdasarkan onset
terjadinya pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia
nosokomial onset awal dan pneumonia nosokomial onset lanjut. Pneumonia
nosokomial onset awal adalah pneumonia yang terjadi sebelum hari ke lima
rawat inap sedangkan Pneumonia nosokomial onset lanjut terjadi pada hari rawat kelima atau lebih.1
Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan
pneumonia komunitas. Pneumonia nosokomial seringkali disebabkan oleh bakteri
gram negatif dan sedikit disebabkan oleh bakteri gram positif. Mikroorganisme
penyebab pneumonia nosokomial bervariasi tergantung pada onset terjadinya.
Pada pneumonia nosokomial onset awal biasanya disebabkan oleh
mikroorganisme yang sensitif terhadap berbagai antibiotik dan serupa dengan
mikroorganisme penyebab pada pneumonia komunitas, sedangkan pada pneumonia
nosokomial onset lanjut, seringkali disebabkan oleh mikroorganisme yang
resisten terhadap berbagai antibiotik.1
beberapa agen infeksi penyebab nasokomial pneumonia pada anak seperti
pada tabel 1
Tabel 1.
Agent infeksi penyebab
nasokomial pneumonia pada anak.2
|
Bakteri Aerob
Bakteri gram negative Bakteri Anaerob
Klebsiella pneumonia Prevotella spp.
Pseudomonas aeruginosa Peptostreptococcus spp.
Escherichia coli Fusobacterium spp.
Enterobacter spp Bacteroides
spp
Acinetobacter spp.
Proteus spp.
Citrobacter spp.
Virus
Serratia marcescens
Respiratory syncytial
Haemophilusinfluenzae
Parainfluenza
Legionella pneumophila
Influenza A and B
Moraxella catarrhal Adenovirus
Varicella-zoster
Bakteri
gram positif Cytomegalovirus
Staphylococcus aureus Herpes
simplex
Staphylococcus cohnii Measles
Staphylococcus epidermidis
Streptococcus
pneumoniae
Jamur
Aspergillus spp
Candida spps
Pneumocystis carinii
|
Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh
kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S. Pneumoniae, H.
Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman
MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella
pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin
Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang
disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.3 Persentase bakteri yang resisten
berbagai antibiotik lebih banyak ditemukan pada pneumonia nosokomial onset lanjut
seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ditemukan
sebesar 12%-60% pada onset lanjut, sedangkan pada onset awal
sebesar 6% - 30%, sedangkan Pseudomonas aeruginosa ditemukan pada
pneumonia nosokomial onset lanjut sebesar 1,5% - 30% sementara pada onset
awal sebesar 0-10%.4
Patogenesa
Pneumonia nosokomial memerlukan organisme masuk ke dalam saluran pernapasan
bagian bawah dalam jumlah yang besar atau dalam jumlah kecil, tetapi tingkat
virulensinya lebih tinggi, yang mana dapat mengatasi host’s mechanical (epitel
bersilia dan mukus) dan komponen humoral (antibodi dan komplemen) serta
pertahanan seluler (leukosit, polimorfonuklear, makrofag dan limfosit serta
sitokin-sitokin). Aspirasi dari patogen di orofaring ataupun masuknya bakteri
akibat bocornya sekitar pipa endotrakea adalah rute utama masuknya bakteri ke
trakea pada penderita dengan ventilasi mekanik. Sebagai tambahan, koloni
bakteri di pipa endotrakea dapat terjadi embolisasi dalam alveoli setelah
tindakan penghisapan atau bronkoskopi. Inhalasi patogen dari aerosol yang
terkontaminasi lebih jarang terjadi. Penyebaran secara hematogen dari kateter
intravaskular yang terinfeksi atau translokasi bakteri dari saluran pencernaan adalah
rute yang jarang terjadi.5
Mikroorganisme yang berasal dari dalam tubuh maupun
mikroorganisme yang berasal dari luar tubuh merupakan penyebab utama pneumonia
nosokomial. Mikroorganisme endogen merupakan penyebab tersering pneumonia
nosokomial dibandingkan dengan mikroorganisme eksogen.6
Patogenesis pneumonia nosokomial sering diawali dengan
kolonisasi mikroorganisme terutama bakteri gram negatif di saluran pernapasan
bagian atas yaitu orofaring, nasal, dan sinus atau di lambung dan selanjutnya
bakteri tersebut akan teraspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah.
Kolonisasi diawali dengan perlekatan mikroorganisme pada sel-sel epitel karena
pengaruh virulensi bakteri (vili, silia, kapsul, atau produksi elastase atau
musinase), ataupun pengaruh faktor host (gangguan mekanisme pembersihan
mukosilier akibat gizi buruk, penurunan kesadaran, atau penyakit kritis), dan
juga akibat pengaruh faktor lingkungan (peningkatan pH lambung dan terdapat
musin dalam sekresi pernapasan). Pada anak normal, dengan pertahanan tubuh yang
baik juga dapat ditemukan bakteri gram negatif dalam jumlah yang sedikit
sehingga mekanisme tubuh dapat mengeliminasi bakteri tersebut. Pada anak dengan
penyakit kritis akibat disfungsi barrier pertahanan lokal ataupun adanya
penurunan kesadaran maka akan terjadi peningkatan kolonisasi mikroorganisme
tersebut.1,5
Beberapa pathogenesis terjadinya pneumonia nosokomial ,yaitu
dengan melalui empat rute dan tabel dibawaah ini. 1,3
1. Aspirasi, dimana floranya berasal dari orofaring, nasal, sinus dan
lambung.
2. Inhalasi, misalnya daripada alat medik seperti alat bantu nafas pada
pasien ventilator, alat penghisap dan nebulizer ataupun bronkoskopi yang terkontiminasi.
3. Hematogen, yaitu penyebaran melalui darah dari organ tubuh yang lebih
jauh dari paru.
4. Translokasi langsung dari sisi tubuh.
Tabel 1. Patogenesis pneumonia
nasokomial
Faktor resiko
nasokomial pneumonia
Faktor risiko pneumonia nasokomial
pada anak antara lain terdiri intubasi dan ventilasi mekanik (Meningkatkan
risiko 6-21 kali lipat), blokade neuromuskuler, lama rawatan di rumah sakit,
imunosupresi, penggunaan antibiotik dan H2 blocker serta padatnya pasien
rawatan di bangsal rumah sakit, sindrom genetik, jenis kelamin perempuan, reintubation,
transportasi keluar dari unit perawatan intensif, pembedahan sebelum masuk PICU,
diet enteral, penggunaan obat-obatan narkotika ditemukan sebagai faktor risiko
VAP pada anak.2,7
Faktor resiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
• Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di
rumah sakit tersebut
• Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi .3,5
Diagnosis
Pneumonia
nosokomial harus dicurigai pada setiap anak dengan adanya gejala baru gangguan pernapasan
selama rawatan di rumah sakit, hipoksemia, peningkatan oksigen atau kebutuhan penggunaan
ventilator, peningkatan jumlah atau perubahan sekret pernafasan. Kriteria PN
meliputi tanda-tanda klinis dan radiologi, beberapa tambahan bakteriologis dan laboratorium.
Menurut Center for disease control (CDC), HAP dapat didiagnosis berdasarkan perubahan radiologi (dijumpai infiltrat, konsolidasi, kavitas, pneumatocel
pada bayi usia tahun 1 ) dan setidaknya di jumpai tiga kriteria klinis
(klinis pneumonia)
atau dua kriteria klinis dan satu laboratorium. Untuk anak-anak dengan penyakit dasar
paru atau penyakit jantung konfirmasi perubahan radiologis setidaknya dengan dua
foto thorak serial.
Kriteria klinis meliputi
Ø Demam > 38⁰ C tanpa penyebab lain atau
Ø leukopenia (<4,000/mm3) atau leukositosis (≥12,000/mm3) dan setidaknya 1 ( atau
2 klinis pneumonia) kriteria berikut :
ü
sputum purulen
ü
peningkatan sekret pernafasan
ü
perubahan sekret penafasan atau sputum
ü
gejala gangguan pernafasan : batuk,
takipnue, dyspnue
ü
auskultasi : ronki, suara nafas bronchial
ü
peningkatan kebutuhan oksigen PaO2/FiO2 ≤ 240
perbedaan kriteria klinis sedikit
berbeda pada anak sampai usia 12 tahun dan setidaknya tiga kriteria ( 2 pada
bayi usia < 1 tahun ) harus terpenuhi, antara lain
Ø Demam > 38⁰ C atau hipotermia <36,5 8⁰ C (atau ketidakstabilan suhu untuk bayi
≤ 1
tahun ) tanpa disertai penyebab lain atau
Ø leukopenia
(<4.000 / mm3) atau leukositosis (≥15,000 / mm3) dan ≥10% bentuk immatur (bayi ≤ usia 1 tahun usia)
Ø sputum
purulen
Ø Peningkatan
sekresi pernapasan
Ø perubahan sputum atau sekret pernapasan
Ø gejala baru atau gejala perburukan pernapasan:
apnea, batuk, takipnea, dyspnea,
Ø nafas cuping hidung dengan retraksi dinding dada
atau merintih, wheezing pada bayi
usia ≤1 tahun.
Ø auskultasi : ronki , suara nafas bronkial
Ø bradikardia
(<100 kali / menit) atau takikardia (> 170 denyut per menit) pada bayi usia ≤1 tahun
Ø peningkatan penggunaan ventilator, hipoksemia (Sat
<94%) – keadaan yang sering terjadi pada bayi ≤1 tahun.7
Kriteria laboratorium
Kriteria laboratorium meliputi kultur darah positif
( tidak berkaitan dengan infeksi lain) , cairan pluera atau spesimen dari
saluran pernafasan bawah ( bronchoalveolar lavage –BAL ) atau dari sikatan
bronkus, bakteri terlihat > 5 % sel yang berasal dari BAL pada pemeriksaan
mikroskop langsung, pemeriksaan histopatologi pada abses, fokal konsolidasi,
peningkatan sel polimorfonuklear pada saluran nafas kecil, serta ditemukan
invasi jamur pada parenkim paru. Kriteria penyebab NP baik bakteri atipikal (Mycoplasma spp., Chlamydophila spp., Legionella spp.) atau
virus meliputi : kultur positif dai secret saluran nafas, deteksi positif dari
antigen atau antibodi dari sekret saluran nafas, peningkatan 4 x IgG, PCR
positif, deteksi antigen Legionella pneumophil dalam urin. Diagnosis
bakteri sering kali sulit dilakukan karena pasien yang dirawat sering terjadi
kolonisasi dengan kuman patogen. Oleh karena itu kriteria kuantitatif bakteri (
≥104 cfu/mL atau ≥104 cfu/g jaringan pada kasus spesimen
parienkim paru ) yang ditegakkan untuk
membantu diagnosis penyebab pneumonia. Penerapan tehnik invasif ( biopsi paru )
masih kontroversi karena mengakibatkan komplikasi yang berat.7
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat
intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau
membutuhkan O2
> 35 untuk
mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik
secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti
ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu
:
• Syok (tekanan sistolik
< 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor
> 4 jam
• Jumlah urin < 20
ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang
membutuhkan dialisis.3
Ringkasan penatalaksanaan HAP.3,5
Terapi
antibiotik
Pemberian awal terapi empiris untuk menurunkan angka
mortalitas dan morbiditas nasokomial pneumonia. Terapi empiris sebaiknya yang
peka terhadap semua kuman patogen terutama kuman setempat. Beberapa faktor
penting yang dipertimbangkan dalam penggunaan antibakteri pada pasien
nasokomial pneumonia antara lain beratnya penyakti, waktu onset nasokomial
pneumonia, penggunakan ventilator, penyakit-penyakit dasar, pemilihan antibiotik
terbaru terhadap kuman-kuman yang resistant dan infeksi jamur.2
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal
antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup
sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan
pola resistensi setempat.
2. Terapi awal antibiotik
secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat
untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus
intravena pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran
cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik
secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal
dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik
diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti
antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan
sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons
klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data
mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortalitas apabila terapi
empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.3
Terapi
empiris pada pneumonia nosokomial
Pendekatan
terhadap terapi empiris membagi pasien ke dalam dua kelompok yaitu kelompok
dengan pneumonia nosokomial onset awal dan kelompok dengan pneumonia
nosokomial onset lanjut. Kelompok dengan pneumonia nosokomial onset awal
tidak berisiko terhadap mikroorganisme resisten berbagai antibiotik sehingga
tidak memerlukan terapi antibiotik spektrum luas, sedangkan kelompok dengan
pneumonia nosokomial onset lanjut berisiko terinfeksi mikroorganisme
yang resisten terhadap berbagai antibiotik dan berhubungan dengan peningkatan
angka kesakitan dan kematian. Terapi antibiotik empiris dipilih dengan
mempertimbangkan beberapa hal seperti pola kepekaan kuman, ketersediaan
antibiotik dan biaya yang dikeluarkan.8
Pneumonia nosokomial onset awal
Pengobatan terhadap pneumonia nosokomial
onset awal menggunakan satu macam antibiotik. Antibiotik tunggal yang
direkomendasikan adalah cephalosporin generasi ke tiga, fluoroquinolon,
kombinasi inhibitor β-laktam/-laktamase, dan ertapenem.
Pneumonia
nosokomial onset lanjut
Pengobatan pada pneumonia nosokomial onset
lanjut menggunakan golongan cephalosporin generasi ke tiga atau ke empat,
golongan carbapenem anti pseudomonas, atau piperacillin/ tazobactam
dikombinasikan dengan fluoroquinolon
atau aminoglikosida saja atau ditambah dengan glikopeptid seperti vancomycin
atau teicoplanin atau linezolid. Seperti pada pneumonia onset awal,
pengobatan pada pneumonia onset lanjut harus disesuaikan dengan pola
kepekaan kuman di daerah masing-masing. Tabel 3 menunjukkan terapi antibiotik empiris
pada pneumonia nosokomial onset lanjut.8
Tabel 3. 3,5,8
Mikro organisme penyebab
|
Terapi yang direkomendasikan
|
Mikro organisme seperti pada tabel 2 ditambah mikrooganisme resisten
berbagai antibiotik seperti Pseudomonas aeruginosa, Kleibsiella
pneumoniae ( ESBL), MRSA,
legionella pneumophila
|
Cefipime atau
Carbapenem antipseudomonas
Inhibitor B laktam / - laktamase
(piperacillin-tazobactam)
+/_
Fluoroquinolon ( cipro/levofloxacin)
Atau
Aminoglikosida
(
amikacin,gentamicin/tobramycin)
Atau
Linezolid atau vancomicyn
|
Lama
terapi
Pasien yang mendapat antibiotik
empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan P.aeruginosa dan
respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari
infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya
adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 –
21 hari.3
Respon terapi
Respons
terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons
klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan
tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi
perburukan yang nyata.
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka
pemberian antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil
pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah
mortalitas
tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak
memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan
kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan
komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain).3,5
Pencegahan Pneumonia Nosokomial
§
Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat
menyebabkan berkembangnya koloni abnormal, hal ini akan memudahkan terjadi multi
drug resistant (MDR).
§
Menghindari penggunan H2 antagonis
§
Menghindari kepadatan jumlah psaien dan staff medis
§
Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan
influenza
§
Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
ü
Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O )
tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung
ü
Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
ü
Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian
refluks gastro esofagal
ü
Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang
masuk ke dalam saluran napas bawah
ü
Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah
sedikit melalui selang makanan ke usus halus
§
Pencegahan inokulasi eksogen
ü
Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur
yang benar, untuk menghindari infeksi silang
ü
Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang
digunakan pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
ü
Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi
ü
Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara
berkala misalnya selang makanan , jarum infus dll
§
Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
ü
Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
ü
Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
ü
Mobilisasi sedini mungkin.3,7
DAFTAR PUSTAKA
1.
Kieninger Alicia N, Lipsett PA. Hospital -Acquired pneumonia : pathophysiology,
diagnosis and treatment. Surg
Clin N Am. 2009;89:439–461.
2.
Zar Heather J, Mark F
Cotton. Nasocomial pneumonia in pediatrics patients.. Pediatric
Drug. 2002; 4: 73-83
3. PDPI. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia nasokomial di Indonesia.
Jakarta. perhimpunan dokter paru
Indonesa. 2003; 1. Hal 1-14
4. Lagamayo, Evelina N. Antimicrobial resistance in major pathogens of hospital-acquired
pneumonia in Asian countries. Manila. AJIC. 2008 ; 36: 101-107.
5.
American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adults with
Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. American Thoracic Society. Am J Respir Crit Care
Med. 2005; 17: 388–416.
6. Badia JR, Valencia M, Ferrer M, Blanco S, Mensa J, Martinez
JA et al. Hospital acquired and icu pneumonia. Infectious disease antimicrobial agents. Diakses [ 20 maret 2016 ]
di unduh dari www.antimicrobe.org.
7. Irena WB, Anna Bręborowicz.
Pneumonia in Children Dalam : Respiratory Disease and Infection. Intech. 2013.hal
8. Song, J-H., Asian HAP Working Group. Treatment recommendations of hospital-acquired
pneumonia in Asian countries: first consensus report by the Asian HAP Working Group. Seoul. AJIC. 2008;36: 83-92.
9.
Montravers P, Adela Harpan, Elise Guivarch. Current and Future Considerations for the Treatment Current and Future
Considerations for the Treatment. Adv Ther. 2016. Hal 1-16.
10.
Sperling MA. Nosocomial Pneumonia in Pediatric Patients.
Pennsylvania. Saounders company. 2010. Hal 1-10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar