Gangguan Inkontinensia urin siang hari pada anak
oleh Abdullah Shiddiq Adam
Pendahuluan
Secara umum
gangguan berkemih yang disebut mengompol dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu
enuresis dan inkotinensia urin. Enuresis dianggap sebagai akibat maturasi
proses berkemih yang terlambat , umumnya tidak ditemukan kelainan organik yang
yang nyata sebagai penyebab. Sedangkan inkontinesia sebagai pengeluaran urin yang
terjadi tanpa kontrol ( involunter ) meskipun si pasien berusaha sekuat mungkin
menahannya, kencing bisa menetes dan terjadi seketika. Dalam kenyataannya sehari-hari, tidak mudah
membedakan enuresis dengan inkontinesia urin.1
Inkontinensia
urin merupakan salah satu keluhan/alasan pasien umumnya dibawa ke dokter,
walaupun jarang yang sampai memerlukan perawatan, namun pengeluaran urin yang
berlangsung di luar kontrol meskipun penderita berusaha mencegahnya dan terjadi
di mana saja dan kapan saja sering menyebabkan rasa malu dan frustasi bagi
penderita.1
Inkontinensia urin siang
hari merupakan salah satu gejala saluran kencing terutama pada anak-anak dan remaja dan menyebabkan penderitaan bagi
anak-anak dan orang tua mereka.
Pengontrolan fungsi kandung kemih pada siang hari normalnya terjadi antara umur 2 dan 3 tahun, sedangkan pada malam hari
saat usia 3-7 tahun.2
Inkontinensia
Inkontinensia urin pada anak – anak sering merupakan fungsional, tidak seperti
pada dewasa yang umumnya suatu patologis. Hal tersebut akan berubah sendiri
seiring pertumbuhan dan tidak memerlukan diagnostik invasif dan pengobatan
khusus.3
Data yang dapat dikumpulkan dari kasus rawat jalan maupun rawat inap di
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM selama 11 tahun diperoleh 18 kasus inkontinensia
urin, sebagian di antaranya diagnosis definitif belum dapat ditegakkan, 14
namun di antara kasus yang terdiagnosis lebih spesifik, buli-buli neurogenik
akibat spina bifida cukup dominan (9 kasus).1
Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk
menjelaskan secara ringkas mengenai prevalensi, definisi, etiologi, jenis, dan
manajement inkontinesia urin siang hari pada anak
Prevalensi
inkontinensia urine pada siang hari
Kajiwara dkk melaporkan bahwa prevalensi inkontinensia urin siang
hari 6,3 % dan menurun sesuai dengan
umur, sekitar 9 % pada anak 7 tahun dan 2 % pada umur 12 tahun. Prevalensi
rata-rata inkontinensia urin pada siang hari 31 % dan 6,5 % pada umur 5 – 12
tahun. (3)
Prevalensi inkontinensia urin di berbagai negara Eropa 4,4 % - 19,2 % dan di
asia 2,1 % - 6,3 %. (2 hal. 216). Gangguan prilaku
dan emosional yang disertai inkontinesia
pada anak rata-rata masih tinggi, pada penelitian epidemiologi menunjukkan
20%-30% anak dengan enuresis malam hari, 20%-40% dengan ikontinensia urin siang
hari dan 30%-50% dengan inkontinesia BAB.4
Definisi
Menurut Standardization Committee of the International Children’s Continence Society
(ICCS), inkontinensia urin siang hari adalah tidak terkontrolnya pengeluaran urin pada siang hari sedangkan mengompol
siang hari ( diurnal enuresis) menurut DSM IV adalah berkemih tanpa disadari
pada siang hari, yang terjadi setidaknya dua kali seminggu, usia lebih lima
tahun dan tanpa kelainan kongenital dan sistem saraf pusat.2
Etiologi
Meskipun inkontinensia urin tersendiri masih sangat
terbatas, beberapa kondisi dapat muncul bersamaan dengan inkontinensia urin
sehingga dibutuhkan ketelitian dalam mendiagnosa dan manajemen inkontinensia
urin. Etiologi penyebab inkontinensia urin dapat dikelompokkan anatomi dan non
anatomi.
1.
Kelainan
Anatomi
a.
Neurogenik
bladder
Etiologi
neurogenik bladder tersering pada anak adalah dysraphisme spinal karena
kelainan tubulus neural pada pembentukan tulang belakang yang tidak sempurna. Kelainan
lainnya seperti malformasi anorektal,
anus imperforata, agenesis sakrum.
b.
Katup
urethral posterior
Katup
uretrhal posterior sering terjadi disebabkan oleh obstruksi saluran kemih. Anak
yang mempunyai kelainan katup urethral posterior 80% ditemukan kelainan fungsi kendung kemih dan sering
ditemukan over aktif otor detrusor.
c.
Ektopik
ureter
Ektopik
ureter sering ditemukan asimtomatik dan
pada anak perempuan gejala ektopik ureter sering disertai dengan
inkontinensia
d.
Labia
adhesion
Labial
adhesion disebabkan oleh infeksi saluran kemih, retensi urin, gangguan aliran
urin dan dikaitkan dengan inkontinesia urin pada anak perempuan. Prevalensi
labial adhesion sekitar 0,6 % - 5% dan sering tanpa gejala.
e.
Refluk
urethrovaginal
Tertahannya
urin dalam vagina setelah berkemih sedangkan refleks disebabkan oleh karena over
aktivitas otot dinding pelvik saat berkemih. pada refluk urethrovaginal dapat
di intruksikan dengan melakukan posisi berkemih yang benar. 3
2.
Anatomi
fungsional
a.
Over
aktif bladder ( OAB )
Anak-anak
dengan over aktif bladder mempunyai over aktivitas otot detrusor (DO). Gejala
OAB adalah urgensi dengan atau tanpa
inkontinesia urgensi. Inkontinensia yang timbul akibat kontraksi
detrusor yang tidak dapat dihambat pada
pengisian kandung kemih atau pada saat yang bersamaan dilawan oleh kontraksi
otot-otot dasar panggul secara volunter untuk mencegah atau mengurangi
terjadinya mengompol, namun biasanya msih terjadi juga pengeluaran sedikit
urin. urgensi inkontinensia pada anak dengan OAB rata-rata 2,6 %.3,5
b.
Menunda
berkemih
Anak
– anak yang mempunyai kebiasaan menunda untuk berkemih karena menolak untuk ke
toilet atau keadaan lainnya. Menunda berkemih menyebabkan penuhnya kandung
kemih dan terjadinya inkontinensia
overflow. Memperbaiki fungsi pengosongan kandung karena distensi kandung kemih
dapat meningkat aliran urin yang abnormal dan pengosongan kandung kemih yang
tidak sempurna.3
c.
Kandung
kemih kurang aktif ( Lazzy Bladder )
Akibat kurangnya aktivitas otot detrusor menyebabkan kandung kemih makin
membesar dan berdilatasi, bahkan akhirnya otot detrusor tidak mampu berkontraksi
lagi. Satu-satunya upaya untuk berkemih hanya mengandalkan tekanan abdomen.
Akibatnya residu urin makin meningkat, infeksi makin sering terjadi. Kandung
kemih seperti malas berkontraksi, miksi makin jarang dan akhirnya timbul
inkontinensia karena kandung kemih sudah sangat penuh. Penanganan umumnya
bersifat konservatif dengan miksi berulang (double atau tripple
micturition).1
d.
Gangguan
berkemih
Gangguan
berkemih menunjukkan ketidak mampuan sphinkter uretra dan otot-oto dasar
panggul untuk melakukan rileksasi. Anak – anak dengan gangguan berkemih
biasanya mempunyai gejala termasuk inkontinensia siang hari, urgensi, infeksi
saluran kemih dan kontipasi. Penilaian
gangguan fungsi berkemih menurut ICSS dengan menggunakan dysfunctional voiding
scoring system (DVSS).3,5
e.
Konstipasi
Konstipasi
merupakan masalah yang sering anak-anak. Mekanisme konstipasi menyebabkan
inkontinesia belum jelas, tetapi kemungkinan akibat dari tekanan pada saat BAB
turun atau terangsangnya colon sigmoin akan menghambat kontraksi otot detrusor.
Pada penelitian Koff et al. Menunjukkan konstipsi dan penumpukan BAB
menyebabkan kelainan kandung kemih dengan merubah aktivitas otot detrusor dan
akhirnya menjadi inkontinensia urin.2,6
f.
Latihan toilet yang terlambat
The
American Asociation Pediatric menyarankan training toilet dilakukan pada usia 2
tahun. Saat ini belum ada konsensus mengenai jadwal dan metode training toilet.
Di negara Eropa, training toilet di mulai setelah anak menunjukkkan tanda-tanda
siap untuk training toilet. Alasan terlambatnya training toilet sepeti orang
tua yang sibuk atau adanya popok yang bisa diganti. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terlambatnya training toilet berhubungan dengan tingginya
urgensi dan inkontinensia urgensi.3
g.
Inkontinensia
saat tertawa
Inkontinensia
yang timbul saat tertawa meskipun kandung kemih belum terisi penuh. Pada beberapa
anak yang tertawa cekikikan dapat memicu pengosongan urin hanya sebagian. Presentasi
klinik yang agak aneh ini sulit untuk disembuhkan dan biasa anak yang
menderita ini menghindari tertawa agar tidak mengompol. Penyebab inkontinensia
saat tertawa tidak diketahui secara pasti, tidak ditemukan kelainan disfungsi
anatomis, neurologis dan pemeriksaan USG dan urinalisa normal.1,5
h.
Infeksi
saluran kencing
Infeksi
saluran kandung kemih berhubungan dengan inkontinensia urin. Penelitian Blom et
al menunjukkkan prevalensi inkontinensia urin siang hari pada anak dengan riwayat Infeksi saluran kencing lebih tinggi dari
pada yang tidak mempunyai riwayat infeksi. Inkontinensia urin dapat menyebabkan
gangguan urodinamik dengan meningkatnya tekanan pada kandung kemih dan
kesulitan pengosongan urin.2,3
Tipe/gejala
Gejala berkemih
pada inkontinensia urine adalah
1.
Nocturia
Keluarnya urine yang tidak terkendali ( mengompol )
selama tidur
2.
Urgensi
Perasaan dan pengalaman tiba-tiba dan tidak menyenangkan untuk segera berkemih
3.
Hesitancy
Adanya
kesulitan dalam memulai berkemih atau anak harus menunggu beberapa saat sebelum
memulai kencing.
4.
Straining
Anak –anak yang melakukan tekanan pada perut untuk
memulai dan mempertahankan berkemih. ini didapat pada semua kelompok umur
5.
Pancaran
yang lemah
Pengeluaran urin dengan pancaran yang lemah
6.
Berkemih
Intermitten
Saat berkemih,pancaran urin tidak berlangsung secara
terus-menerus tetapi terputus-putus dalam beberapa pancaran urin.
7.
Holding
maneuver
Anak mungkin tidak menyadari melakukan manuever tetapi
tentunya diketahui pengasuhnya, manuver sering dengan berjinjit, menyilangkan
kaki, atau jongkok dengan tumit ditekan kearah perineum.
8.
Perasaan
pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna
9.
Urin
menetes setelah berkemih
urine yang keluar secara tidak terkontrol setelah selesai
berkemih. gejala ini digunakan setelah kontrol kandung kemih tercapai atau berusia
5 tahun. Gejala ini didapat pada Vaginal refluk
10. Nyeri pada alat genital dan saluran kemih bagian bawah
Nyeri pada alat genital dan saluran kemih bagian bawah
yang dirasakan biasanya spesisifik dan sulit dilokalisasi.5,6
Tipe Inkontiensia Urine
1.
Inkontinensia
urgensi
Keluarnya urin secara tidak sadar, biasanya didahului
oleh dorongan tiba-tiba untuk segera berkemih. Disebabkan oleh aktivitas yang
berlebihan dari otot detrusor dan urodinamik.
2.
Stres
inkontinensia
Pengeluaran urin yang sedikit saat terjadinya peningkatan
tekanan intra abdomen, batuk , bersin dan tertawa
3.
Inkontinensia
overflow
Disebabkan oleh
retensi urin yang membuat urin menumpuk yang terjadi secara akut atau
kronik
4.
Inkontinensia
campuran
Keluarnya urin secara tidak sadar yang berkaitan dengan
urgensi dan lainnya seperti bersin atau batuk
5.
Inkontinensia
urin continous
Pengeluaran urin yang tidak terkontrol yaang berlangsung
menetap yang berkaitan dengan kelainan malformasi seperti ureter ektopik atau
kerusakan sphinkter urhetral external.
6.
Urin
menetes setelah berkemih
Urin menetes secara tidak sadar dan tiba-tiba setelah
selesai berkemih atau meninggalkan toilet.2,7
Evaluasi
Melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik harus dilakukan
secara berurutan, keluhan anak pada saat
dilakukan pemeriksaan tidak sama dengan tanda dan gejala. begitu juga pada
pemeriksaan aspek perkembangan dan sosial sering kali tidak sesuai dengan yang
muncul.8
a)
Anamnesa
Sebaiknya di ajukan pertanyaan baik pada anak maupun orang tua yang terdiri
dari frekuensi, waktu mengompol, kebiasaan BAK dan BAB, jumlah minuman, infeksi
saluran kemih.9 Riwayat keluarga yang mengalami inkontinensia siang
hari seharusnya diperoleh karena faktor predisposis genetik telah di
identifikasi pada enuresis nokturnal primer dan baru-baru ini berbagai data
menunjukkan adanya hubungan antara inkontinensia urin siang hari pada anak dan orang tua mereka.10 Penting
juga menanyakan kelainan prilaku atau psikis dan efek mengompol pada kualitas
hidup mereka. Penggunaan kuisioner sangat membantu untuk memperoleh semua
informasi yang diperlukan. Terdapat tabel sistem skoring inkontinensia dan
disfungsi berkemih yang berisi 14 pertanyaan yang akan menilai gejala pada anak
seperti pada (tabel 1) yang direkomendasikan oleh ICSS.9
b)
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik meliputi palpasi pada abdomen untuk
memeriksa isi kandung kemih atau usus dan inspeksi alat genital dan lumbasakral
untuk memeriksa adanya kelainan neurospinal. Sebaiknya dilakukan penilaian terhadap sensasi dan
reflek perineal melalui segmen S1-S4 ( berdiri dengan menjinjit,
bulbokavernosus ) dan kontrol spinkter anal.8,9
c)
Pemeriksaan
urinalisa
Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah urinalisa untuk
mengetahui adanya infeksi saluran kemih, diabetes insipidus dan hipercalsiuria.8
d)
Diagnostik
Invasif
Catatan harian fekuensi dan volume urin dicatat, bila memungkinkan dilakukan penilaian aliran urin dan residu urin setelah
berkemih. Pada beberapa kasus sulit, pemeriksaan video urodinamik sebaiknya
dilakukan. MRI dilakukan bila ada indikasi seperti lipatan gluteus asimetris,
malformasi dermovaskular, dan lipoma yang abnormal.9 pemeriksaan USG
untuk menilai kedua ginjal, ureter dan volume kandung kemih sebelum dan setelah berkemih.7
Penyakit
psikatri penyerta dengan inkontinensia
Penyakit psikiatri pada anak paling paling sering terjadi
bersamaan dengan inkontinensia urin pada siang hari dan enuresis skunder. Inkontinensia
urin pada anak, secara klinis hampir 40 %
disertai dengan gangguan prilaku ( seperti gangguan prilaku sosial,
ADHD, gangguan kecemasan,gangguan depresi ) membuat menjadi mengompol dan
mungkin menetap. Inkontinensia urin dapat
juga di dahului oleh enuresis ( seperti enuresis sekunder pada anak setelah
pindah sekolah, orang tua yang bercerai dan pindah rumah ). Paling sering yang
berhubungan dengan faktor neurobiologis seperti enuresis dan ADHD. Gangguan
penyertai lainnya pada inkotinensia urin adalah gangguan tidur seperti sleep
apnea syndrom, parasomnia dan gangguan perkembangan seperti gangguan
perkembangan spesifik bicara dan bahasa dan gangguan perkembangan fungsi
motorik.11
Pengobatan
Perlu dipertimbangkan pengaruh inkontensia urin siang
hari terhadap kualitas hidup anak serta keluarganya dan menghilangkan pengaruh
pada gangguan fungsi ginjal serta saluran kemih bagian bawah, pengobatan
sebaiknya melibatkan semua anggota keluarga sesegera mungkin.
1.
Urotherapy
Langkah awal standar
pengobatan adalah uroterapi. Anak diberikan informasi tentang letak
serta fungsi ginjal dan kandung kemih dan diterangkan masalah anak tersebut mulai dari normal maupun kelainan yang terjadi.
Kemudian anak dijelaskan sikap berkemih yang benar ( didukung tempat pijakan
dibawah ) dan menarik nafas saat berkemih supaya otot bagian bawah panggul
lebih rileks dan pengosongan kandung kemih bisa ditingkatkan. Waktu berkemih
sangat penting. Anak sebaiknya menghindari melakukan manuver, kencing setiap
2-3 jam dan tidak buru-buru meninggalkan toilet setelah selesai berkemih,
kadang-kadang diperlukan berkemih dua kali . catatan jadwal pengingat atau
alarm dapat digunakan untuk mengingatkan anak-anak ke toilet. Konstipasi dapat
dilakukan perubahan diet seperti makanan yang berserat tinggi seperti
buah-buahan dan sayur-sayuran untuk memperbaiki BAB. Jumlah cairan dapat
dikurangi pada kasus yang diduga disertai dengan enuresis. sebaiknya tidak
minum sebelum tidur,kopi, gula , pemanis buatan dan bahan iritan lainnya
terhadap kandung kemih harus dihindari. Waktu dan volume berkemih, mengompol
dan jumlah cairan dan buang air besar dicatat pada catatan pemantauan. Hal ini
sangat membantu dokter dalam menilai pengobatan yang diberikan. Rata keberhasilan uroterapi 45-78 % pada beberapa penelitian.9
|
2.
Fisioterapi
Melatih oto-otot dasar panggul sering ditambahkan pada
standar pengobatan untuk merileksasi otor panggul selama berkemih.3
3.
Terapi
obat
Hanya obat oxybutin ( 0,2 – 0,4 mg/kg/hari, 2-4 kali )
sebagai anti kolinergik muskarinik yang dibolehkan pada anak-anak dengan OAB (
overactive bladder ). Beberapa obat antikolinergik muskarinik seperti alpha
bloker ( sphinkter overaktivitas ) dan injeksi botulin toksin pada OAB masih
digunakan apda anak-anak.12
4.
Terapi
lain
Stimulasi saraf
listrik ( electrical neural stimulation , ENS ) dapat digunakan
transkutaneus pada daerah sakrum ( setinggi S3 ) atau dengan menempelkan alat
perkutaneus pada saraf tibial posterior atau aerah anogenital atau
intravesikal. (9 hal. 64). Khateter
intermitten digunakan pada masalah gangguan berkemih yang berat atau
hipokontaktil pada kandung kemih dan sphinkter.12
Ringkasan
Inkontinensia urin siang
hari merupakan salah satu gejala saluran kencing terutama pada anak-anak dan remaja. Menurut Standardization
Committee of the International Children’s Continence Society (ICCS),
inkontinensia urin siang hari adalah
tidak terkontrolnya pengeluaran urin pada siang hari. Etiologinya disebabkan
kelainan anatomi dan anatomi fungsional. Dan gejala inkontinensia terdiri dari
nocturia, urgensi, hesitansy, straining,pancaran yang lemah, berkemih
intermitten, Holding maneuver, perasaan pengosongan kandung kemih yang tidak
sempurna, urin menetes setelah berkemih, nyeri pada alat genital dan saluran
kemih bagian bawah. Beberapa tipe inkontinensia urin antara lain Inkontinensia
urgensi, Stres inkontinensia, Inkontinensia overflow, Inkontinensia campuran, Inkontinensia
urin continous, Urin menetes setelah berkemih. evaluasi inkontinensia urin
dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik harus dilakukan secara
berurutan. Pengobatan inkontinensia urin melalui urotherapi, fisioterapi,
terapi obat dan terapi lainnya.
|
|
Daftar
Pustaka
1.
Taralan Tambunan. Inkontinensia Urin pada Anak. Taralan Tambunan, Sari Pediatri, Desember 2000, Vol. 2. 63 - 169.
2.
I-Ni Chiang, Stephen Shei-Dei Yang,
Shang-Jen Chang , Pathophysiology of Daytime Urinary Incontinence in
Children. Taiwan , 2011, Vol. 5(4). 107-110.
3.
Deniz Bolat et al. Prevalence of Daytime
Urinary Incontinence and Related Risk. 4 september 2014, korean journal of urology, pp. 213-218.
4.
Olga Dede dan George Sakellaris. Daytime urinary
incontinence kerala-india : Essentials in Pediatric Urology, 2012.
57-68.
5.
T. Schurmans, A. Bael, De Guchtenaere. Urinary incontinence in children belgia : journal du Pediatre Belge, 2010, Vols. 12-nr2.
43.
6.
Michal Maternik, Katarzyna Krzeminska,Aleksandra
Zurowska. The management of childhood urinary incontinence. DOI
10.1007/s00467-014-2791-x, Polandia : Department of Physical Therapy,
Medical University of Gdansk, 11 February 2014.
7.
Daniela Schultz-Lampel et al. Urinary Incontinence 613–20, s.l. : Deutsches Ärzteblatt International,
2011, Vol. 108(37). 613-20
8.
Tekgul, S. Diagnosis and
Management of. Turki : comitte-9. 701-792.
9.
Seth L. Schulman. Voiding dysfunction
in children Philadelphia,USA : Elsevier Saunders, 2004. 481–490.
10.
Tryggve Nevéus et al .The Standardization of Terminology
of Lower Urinary Tract Function in Children and Adolescents: Report from the
Standardisation Committee of the International Children’s Continence Society. Gothenburg, Sweden : Department of Pediatric Urology,
Queen Silvia’s, 2006, Vol. 176. 314-324.
11.
Singapore
pediatric association. Clinical Practice Guidelines Management Of Urinary Incontinence. Singapore pediatric association. Singapura : Singapore pediatric association, 2008. 3.
12.
Budi Iman Santoso. Definisi, klasifikasi, dan panduan tata laksana Inkontinensia
Urin. [Online]dari
diunduh darihttp://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/definisiklassifikasiinkontinensia.pdf
13.
Sema Uralp et al. Frequency of Enuresis,
Constipation and Enuresis Associationwith Constipation in a Group of School
Children Aged 5-9 Yearsin Malatya, Turkey. Turk J Med Sci, April 21, 2003, Vol. 33 (2003). 315-320.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar