Sabtu, 15 September 2018

Hospital acquired Pneumonia pada anak


Rf. Respirologi         dr. Abdullah Shiddiq Adam, M.Ked(Ped),SpA              

                       
Pendahuluan
Pneumonia nasokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) merupakan salah satu infeksi nasokomial yang paling sering terjadi yang didapat saat menjalani rawat inap di rumah sakit.1 Di Amerika serikat, HAP menduduki peringkat ke-2 tersering dari seluruh infeksi nosokomial pada pasien anak yang dirawat di Pediatric intensive care unit ( PICU ).2,3  hal ini sangat berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan dirumah sakit.3
 Insiden HAP bervariasi antara 16-29 % dari pasien anak yang dirawat di rumah sakit sedang kejadian HAP sekitar 10-15 % dari seluruh infeksi nasokomial pada anak. HAP merupakan infeksi nosokomial yang mengancam nyawa dengan angka kematian berkisar 20% hingga 70% sesuai dengan organisme dan penyakit yang mendasarinya.2
 Di Indonesia, angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial pada anak tidak diketahui dengan pasti disebabkan antara lain tidak terdapat data nasional dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta angkanya sangat bervariasi.3
 Pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas sebab pasien yang terdiagnosis dengan pneumonia nosokomial rentan terhadap mikroorganisme yang berbeda dengan pneumonia komunitas dan kemungkinan besar resisten berbagai antibiotik. selain itu, perbedaan pneumonia nasokomial dengan proses paru lainnya dalam hal kesulitan mendiagnosa berdasarkan gejala klinis, radiologis dan hasil mikrobiologi.2

Tujuan dari penulisan refarat ini adalah untuk menjelaskan secara ringkas mengenai  Hospital acquired pneumonia pada anak
Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Sedangkan Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal. 3

Klasifikasi
Berdasarkan onset terjadinya pneumonia nosokomial dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia nosokomial onset awal dan pneumonia nosokomial onset lanjut. Pneumonia nosokomial onset awal adalah pneumonia yang terjadi sebelum hari ke lima rawat inap sedangkan Pneumonia nosokomial onset lanjut  terjadi pada hari rawat kelima atau lebih.1

Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas. Pneumonia nosokomial seringkali disebabkan oleh bakteri gram negatif dan sedikit disebabkan oleh bakteri gram positif. Mikroorganisme penyebab pneumonia nosokomial bervariasi tergantung pada onset terjadinya. Pada pneumonia nosokomial onset awal biasanya disebabkan oleh mikroorganisme yang sensitif terhadap berbagai antibiotik dan serupa dengan mikroorganisme penyebab pada pneumonia komunitas, sedangkan pada pneumonia nosokomial onset lanjut, seringkali disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten terhadap berbagai antibiotik.1
beberapa agen infeksi penyebab nasokomial pneumonia pada anak seperti pada tabel 1
Tabel 1.
Agent infeksi penyebab nasokomial pneumonia pada anak.2
Bakteri Aerob                                                              
Bakteri gram negative                                         Bakteri Anaerob
Klebsiella pneumonia                                                  Prevotella spp.
Pseudomonas aeruginosa                                           Peptostreptococcus spp.
Escherichia coli                                                          Fusobacterium spp.
Enterobacter spp                                                        Bacteroides spp                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                Acinetobacter spp.
Proteus spp.
Citrobacter spp.                                                          Virus
Serratia marcescens                                                Respiratory syncytial
Haemophilusinfluenzae                                           Parainfluenza
 Legionella pneumophila                                        Influenza A and B
 Moraxella catarrhal                                               Adenovirus
                                                                                Varicella-zoster
Bakteri gram positif                                             Cytomegalovirus
Staphylococcus aureus                                            Herpes simplex
Staphylococcus cohnii                                             Measles                                                                         
Staphylococcus epidermidis
Streptococcus pneumoniae
                                                                                                                                                             
Jamur
Aspergillus spp
Candida spps
Pneumocystis carinii                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   

Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S. Pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi.3 Persentase bakteri yang resisten berbagai antibiotik lebih banyak ditemukan pada pneumonia nosokomial onset lanjut seperti methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) ditemukan sebesar 12%-60% pada onset lanjut, sedangkan pada onset awal sebesar 6% - 30%, sedangkan Pseudomonas aeruginosa ditemukan pada pneumonia nosokomial onset lanjut sebesar 1,5% - 30% sementara pada onset awal sebesar 0-10%.4

Patogenesa
Pneumonia nosokomial memerlukan organisme masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah dalam jumlah yang besar atau dalam jumlah kecil, tetapi tingkat virulensinya lebih tinggi, yang mana dapat mengatasi host’s mechanical (epitel bersilia dan mukus) dan komponen humoral (antibodi dan komplemen) serta pertahanan seluler (leukosit, polimorfonuklear, makrofag dan limfosit serta sitokin-sitokin). Aspirasi dari patogen di orofaring ataupun masuknya bakteri akibat bocornya sekitar pipa endotrakea adalah rute utama masuknya bakteri ke trakea pada penderita dengan ventilasi mekanik. Sebagai tambahan, koloni bakteri di pipa endotrakea dapat terjadi embolisasi dalam alveoli setelah tindakan penghisapan atau bronkoskopi. Inhalasi patogen dari aerosol yang terkontaminasi lebih jarang terjadi. Penyebaran secara hematogen dari kateter intravaskular yang terinfeksi atau translokasi bakteri dari saluran pencernaan adalah rute yang jarang terjadi.5
Mikroorganisme yang berasal dari dalam tubuh maupun mikroorganisme yang berasal dari luar tubuh merupakan penyebab utama pneumonia nosokomial. Mikroorganisme endogen merupakan penyebab tersering pneumonia nosokomial dibandingkan dengan mikroorganisme eksogen.6
Patogenesis pneumonia nosokomial sering diawali dengan kolonisasi mikroorganisme terutama bakteri gram negatif di saluran pernapasan bagian atas yaitu orofaring, nasal, dan sinus atau di lambung dan selanjutnya bakteri tersebut akan teraspirasi ke dalam saluran napas bagian bawah. Kolonisasi diawali dengan perlekatan mikroorganisme pada sel-sel epitel karena pengaruh virulensi bakteri (vili, silia, kapsul, atau produksi elastase atau musinase), ataupun pengaruh faktor host (gangguan mekanisme pembersihan mukosilier akibat gizi buruk, penurunan kesadaran, atau penyakit kritis), dan juga akibat pengaruh faktor lingkungan (peningkatan pH lambung dan terdapat musin dalam sekresi pernapasan). Pada anak normal, dengan pertahanan tubuh yang baik juga dapat ditemukan bakteri gram negatif dalam jumlah yang sedikit sehingga mekanisme tubuh dapat mengeliminasi bakteri tersebut. Pada anak dengan penyakit kritis akibat disfungsi barrier pertahanan lokal ataupun adanya penurunan kesadaran maka akan terjadi peningkatan kolonisasi mikroorganisme tersebut.1,5
Beberapa pathogenesis terjadinya pneumonia nosokomial ,yaitu dengan melalui empat rute dan tabel dibawaah ini. 1,3
1. Aspirasi, dimana floranya berasal dari orofaring, nasal, sinus dan lambung.
2. Inhalasi, misalnya daripada alat medik seperti alat bantu nafas pada pasien ventilator, alat penghisap dan nebulizer ataupun bronkoskopi yang terkontiminasi.
3. Hematogen, yaitu penyebaran melalui darah dari organ tubuh yang lebih jauh dari paru.
4. Translokasi langsung dari sisi tubuh.
Tabel 1. Patogenesis pneumonia nasokomial









Faktor resiko nasokomial pneumonia
Faktor risiko pneumonia nasokomial pada anak antara lain terdiri intubasi dan ventilasi mekanik (Meningkatkan risiko 6-21 kali lipat), blokade neuromuskuler, lama rawatan di rumah sakit, imunosupresi, penggunaan antibiotik dan H2 blocker serta padatnya pasien rawatan di bangsal rumah sakit, sindrom genetik, jenis kelamin perempuan, reintubation, transportasi keluar dari unit perawatan intensif, pembedahan sebelum masuk PICU, diet enteral, penggunaan obat-obatan narkotika ditemukan sebagai faktor risiko VAP pada anak.2,7
Faktor resiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
• Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir
• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut
• Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi .3,5

Diagnosis
Pneumonia nosokomial harus dicurigai pada setiap anak dengan adanya gejala baru gangguan pernapasan selama rawatan di rumah sakit, hipoksemia, peningkatan oksigen atau kebutuhan penggunaan ventilator, peningkatan jumlah atau perubahan sekret pernafasan. Kriteria PN meliputi tanda-tanda klinis dan radiologi, beberapa tambahan bakteriologis dan laboratorium.
Menurut Center for disease control (CDC), HAP dapat didiagnosis berdasarkan perubahan radiologi (dijumpai infiltrat, konsolidasi, kavitas, pneumatocel pada bayi usia  tahun 1 ) dan setidaknya di jumpai tiga kriteria klinis (klinis pneumonia) atau dua kriteria klinis dan satu laboratorium. Untuk anak-anak dengan penyakit dasar paru atau penyakit jantung konfirmasi perubahan radiologis setidaknya dengan dua foto thorak serial.
Kriteria klinis meliputi
Ø  Demam  > 38 C tanpa penyebab lain atau
Ø  leukopenia (<4,000/mm3) atau leukositosis  (≥12,000/mm3)  dan setidaknya  1    ( atau 2 klinis pneumonia)  kriteria berikut :
ü  sputum purulen
ü  peningkatan sekret pernafasan
ü  perubahan sekret penafasan atau sputum
ü  gejala gangguan pernafasan : batuk, takipnue, dyspnue
ü  auskultasi : ronki, suara nafas bronchial
ü  peningkatan kebutuhan oksigen  PaO2/FiO2 ≤ 240
perbedaan kriteria klinis sedikit berbeda pada anak sampai usia 12 tahun dan setidaknya tiga kriteria ( 2 pada bayi usia < 1 tahun ) harus terpenuhi, antara lain
Ø  Demam > 38 C atau hipotermia <36,5 8 C (atau ketidakstabilan suhu untuk bayi ≤ 1 tahun ) tanpa disertai  penyebab lain atau
Ø  leukopenia (<4.000 / mm3) atau leukositosis (≥15,000 / mm3) dan ≥10% bentuk immatur (bayi usia 1 tahun usia)
Ø   sputum purulen
Ø  Peningkatan sekresi pernapasan
Ø   perubahan sputum atau sekret pernapasan
Ø  gejala baru atau gejala perburukan pernapasan: apnea, batuk, takipnea, dyspnea,
Ø  nafas cuping hidung dengan retraksi dinding dada atau merintih, wheezing pada bayi  usia ≤1 tahun.
Ø  auskultasi : ronki , suara nafas bronkial
Ø  bradikardia (<100 kali / menit) atau takikardia (> 170 denyut per menit)  pada bayi usia  ≤1 tahun
Ø  peningkatan penggunaan ventilator, hipoksemia (Sat <94%) – keadaan yang sering terjadi pada bayi ≤1 tahun.7

Kriteria laboratorium
Kriteria laboratorium meliputi kultur darah positif ( tidak berkaitan dengan infeksi lain) , cairan pluera atau spesimen dari saluran pernafasan bawah ( bronchoalveolar lavage –BAL ) atau dari sikatan bronkus, bakteri terlihat > 5 % sel yang berasal dari BAL pada pemeriksaan mikroskop langsung, pemeriksaan histopatologi pada abses, fokal konsolidasi, peningkatan sel polimorfonuklear pada saluran nafas kecil, serta ditemukan invasi jamur pada parenkim paru. Kriteria penyebab NP baik bakteri atipikal (Mycoplasma spp., Chlamydophila spp., Legionella spp.) atau virus meliputi : kultur positif dai secret saluran nafas, deteksi positif dari antigen atau antibodi dari sekret saluran nafas, peningkatan 4 x IgG, PCR positif, deteksi antigen Legionella pneumophil dalam urin.  Diagnosis bakteri sering kali sulit dilakukan karena pasien yang dirawat sering terjadi kolonisasi dengan kuman patogen. Oleh karena itu kriteria kuantitatif bakteri ( ≥104 cfu/mL atau ≥104 cfu/g jaringan pada kasus spesimen parienkim paru ) yang ditegakkan  untuk membantu diagnosis penyebab pneumonia. Penerapan tehnik invasif ( biopsi paru ) masih kontroversi karena mengakibatkan komplikasi yang berat.7

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35  untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis.3































Ringkasan penatalaksanaan HAP.3,5
Terapi antibiotik
Pemberian awal terapi empiris untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas nasokomial pneumonia. Terapi empiris sebaiknya yang peka terhadap semua kuman patogen terutama kuman setempat. Beberapa faktor penting yang dipertimbangkan dalam penggunaan antibakteri pada pasien nasokomial pneumonia antara lain beratnya penyakti, waktu onset nasokomial pneumonia, penggunakan ventilator, penyakit-penyakit dasar, pemilihan antibiotik terbaru terhadap kuman-kuman yang resistant dan infeksi jamur.2


Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektivitas yang maksimal. Pemberian terapi emperis harus intravena pada pasien yang terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons klinis.
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortalitas apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.3

Terapi empiris pada pneumonia nosokomial
Pendekatan terhadap terapi empiris membagi pasien ke dalam dua kelompok yaitu kelompok dengan pneumonia nosokomial onset awal dan kelompok dengan pneumonia nosokomial onset lanjut. Kelompok dengan pneumonia nosokomial onset awal tidak berisiko terhadap mikroorganisme resisten berbagai antibiotik sehingga tidak memerlukan terapi antibiotik spektrum luas, sedangkan kelompok dengan pneumonia nosokomial onset lanjut berisiko terinfeksi mikroorganisme yang resisten terhadap berbagai antibiotik dan berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan dan kematian. Terapi antibiotik empiris dipilih dengan mempertimbangkan beberapa hal seperti pola kepekaan kuman, ketersediaan antibiotik dan biaya yang dikeluarkan.8

Pneumonia nosokomial onset awal
Pengobatan terhadap pneumonia nosokomial onset awal menggunakan satu macam antibiotik. Antibiotik tunggal yang direkomendasikan adalah cephalosporin generasi ke tiga, fluoroquinolon, kombinasi inhibitor β-laktam/-laktamase, dan ertapenem.


Tabel  2    Terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset awal.8












Pneumonia nosokomial onset lanjut
Pengobatan pada pneumonia nosokomial onset lanjut menggunakan golongan cephalosporin generasi ke tiga atau ke empat, golongan carbapenem anti pseudomonas, atau piperacillin/ tazobactam dikombinasikan dengan fluoroquinolon atau aminoglikosida saja atau ditambah dengan glikopeptid seperti vancomycin atau teicoplanin atau linezolid. Seperti pada pneumonia onset awal, pengobatan pada pneumonia onset lanjut harus disesuaikan dengan pola kepekaan kuman di daerah masing-masing. Tabel 3 menunjukkan terapi antibiotik empiris pada pneumonia nosokomial onset lanjut.8
Tabel 3. 3,5,8
Mikro organisme penyebab
Terapi yang direkomendasikan
Mikro organisme seperti pada tabel 2 ditambah mikrooganisme resisten berbagai antibiotik seperti Pseudomonas aeruginosa, Kleibsiella pneumoniae           ( ESBL), MRSA, legionella pneumophila
Cefipime atau
Carbapenem antipseudomonas
Inhibitor B laktam / - laktamase
(piperacillin-tazobactam)
+/_
Fluoroquinolon ( cipro/levofloxacin)
Atau
Aminoglikosida            
 ( amikacin,gentamicin/tobramycin)
Atau
Linezolid atau vancomicyn

Lama terapi
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat, penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau 3 hari bebas panas. Bila penyebabnya adalah P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari.3

Respon terapi
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi. Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka pemberian antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah mortalitas tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain).3,5

Pencegahan Pneumonia Nosokomial
§  Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat menyebabkan berkembangnya koloni abnormal, hal ini akan memudahkan terjadi multi drug resistant (MDR).
§  Menghindari penggunan H2 antagonis
§  Menghindari kepadatan jumlah psaien dan staff medis
§  Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan influenza
§  Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
ü  Letakkan pasien pada posisi kepala lebih ( 30-45 O ) tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung
ü  Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
ü  Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan kejadian refluks gastro esofagal
ü  Hindari intubasi ulang untuk mencegah peningkatan bakteri yang masuk ke dalam saluran napas bawah
ü  Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan jumlah sedikit melalui selang makanan ke usus halus
§  Pencegahan inokulasi eksogen
ü  Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur yang benar, untuk menghindari infeksi silang
ü  Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang digunakan pasien misalnya alat-alat bantu napas, pipa makanan dll
ü  Pasien dengan bakteri MDR harus diisolasi
ü  Alat-alat yang digunakan untuk pasien harus diganti secara berkala misalnya selang makanan , jarum infus dll
§  Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien
ü  Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
ü  Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
ü  Mobilisasi sedini mungkin.3,7

DAFTAR PUSTAKA
1.      Kieninger Alicia N, Lipsett PA.  Hospital -Acquired pneumonia : pathophysiology, diagnosis and treatment. Surg Clin N Am. 2009;89:439–461.
2.   Zar Heather J, Mark F Cotton. Nasocomial pneumonia in pediatrics patients.. Pediatric Drug. 2002; 4: 73-83
3. PDPI. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia nasokomial di Indonesia. Jakarta. perhimpunan dokter paru Indonesa. 2003; 1. Hal 1-14
4.  Lagamayo, Evelina N. Antimicrobial resistance in major pathogens of hospital-acquired pneumonia in Asian countries. Manila. AJIC. 2008 ; 36: 101-107.
5. American Thoracic Society. Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcare-associated Pneumonia. American Thoracic Society. Am J Respir Crit Care Med. 2005; 17: 388–416.
6.  Badia JR, Valencia M, Ferrer M, Blanco S, Mensa J, Martinez JA et al. Hospital acquired and icu pneumonia. Infectious disease antimicrobial agents. Diakses [ 20 maret 2016 ] di unduh dari www.antimicrobe.org.
7.   Irena WB, Anna Bręborowicz. Pneumonia in Children Dalam : Respiratory Disease and Infection. Intech. 2013.hal
8.   Song, J-H., Asian HAP Working Group. Treatment recommendations of hospital-acquired pneumonia in Asian countries: first consensus report by the Asian HAP Working Group. Seoul. AJIC.  2008;36: 83-92.
9. Montravers P, Adela Harpan, Elise Guivarch. Current and Future Considerations for the Treatment Current and Future Considerations for the Treatment. Adv Ther. 2016. Hal 1-16.
10. Sperling MA. Nosocomial Pneumonia in Pediatric Patients. Pennsylvania.   Saounders company. 2010. Hal 1-10

Hospital acquired Pneumonia pada anak

Rf. Respirologi          dr. Abdullah Shiddiq Adam, M.Ked(Ped),SpA                                        Pendahuluan Pneumonia na...